“Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya koordinasi yang optimal dengan semua lini baik pemerintah provinsi maupun SKPD terkait serta instansi vertikal, dalam mewujudkan pengurangan risiko dan dampak bencana, baik pada fase pra bencana, saat dan pascabencana,” ujar Zulkifli.
Jurnalis : Suprijal Yusuf
ANTARAN|ACEH TENGAH – Pengurangan Risiko Bencana (PRB) sebagai konsep dan praktek mengurangi risiko dan faktor-faktor penyebab bencana membutuhkan koordinasi, kesatuan pemahaman dan kesamaan persepsi, agar dapat berjalan dengan baik.
Hal tersebut disampaikan oleh Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekda Aceh Zulkifli, dalam sambutannya, pada Rapat Koordinasi Penanggulangan Bencana Tahun 2024, di Aula Parkside Hotel, Senin (24/06/2024) malam.
“PRB haruslah melibatkan setiap bagian dari masyarakat, pemerintah, sektor profesional dan swasta untuk secara bersama-sama bertindak. Masyarakat, sebagai pihak yang paling terdampak oleh bencana, perlu diberdayakan untuk berpartisipasi aktif dalam upaya pengurangan risiko bencana melalui peningkatan kapasitas dan kesadaran,” ujar Zulkifli.
Zulkifli menambahkan, Koordinasi lintas sektor penting dilakukan karena PRB juga meliputi disiplin seperti manajemen bencana, mitigasi bencana dan kesiapsiagaan bencana, dan juga merupakan bagian dari pembangunan berkelanjutan.
Asisten II menambahkan, Badan Penanggulangan Bencana Daerah, sebagai keterwakilan pemerintah daerah dalam penanggulangan bencana, harus mampu menjadi garda terdepan dalam menyelenggarakan penanggulangan bencana di wilayahnya. Hal ini tentu memerlukan pula dukungan dari berbagai elemen terkait.
“Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya koordinasi yang optimal dengan semua lini baik pemerintah provinsi maupun SKPD terkait serta instansi vertikal, dalam mewujudkan pengurangan risiko dan dampak bencana, baik pada fase pra bencana, saat dan pascabencana,” ujar Zulkifli.
Zulkifli mengungkapkan, berdasarkan pengalaman dari berbagai bencana yang telah terjadi, ada hal-hal yang perlu menjadi perhatian dan koreksi serta perbaikan. Salah satunya adalah kurangnya koordinasi antar pemangku kepentingan, yang dapat menghambat efektivitas respon bencana dan upaya pemulihan.
Karena itu, lanjut Zulkifli, sesuai tema yang diusung pada kegiatan ini, yaitu Kolaborasi dan Sinergi Pemerintah Aceh-Pemerintah Kab/Kota Seluruh Aceh Menyukseskan Peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana 2024’ maka Koordinasi yang baik sangat penting untuk memastikan bahwa upaya PRB dilakukan secara terpadu dan efisien.
Zulkifli mengungkapkan, posisi geografis Aceh yang berada di antara lempeng tektonik Eurasia dan IndoAustralia, membuat Aceh kerap mengalami gempa bumi, yang diantaranya bahkan berpotensi tsunami.
Dalam kurun 5 tahun ke belakang, kejadian bencana di Aceh cenderung meningkat. Data periode 2019-2023 menunjukkan, telah terjadi bencana sebanyak 3.136 kali, dengan kerugian mencapai Rp1.5 Triliun.
Perubahan iklim global juga telah menyebabkan peningkatan frekuensi dan intensitas bencana alam lainnya seperti banjir, tanah longsor, dan badai tropis. Perubahan pola cuaca akibat perubahan iklim telah memperparah kerentanan Aceh terhadap bencana alam.
Zulkifli menjelaskan, perubahan suhu global dan perubahan pola curah hujan telah menyebabkan cuaca ekstrem yang lebih sering dan intens. Hal ini dapat mengakibatkan daerah yang tadinya tidak rawan terhadap bencana tertentu, menjadi rawan, dan bahkan terjadi bencana dengan dampak yang sangat besar.
“Sebagai contoh, banjir bandang yang menerjang kawasan Ladang Rimba, Kecamatan Trumon Tengah, Kabupaten Aceh Selatan pada November 2023 lalu, yang mengakibatkan 256 warga mengungsi, puluhan rumah dan fasilitas publik rusak berat, serta akses jalan nasional lumpuh. Kondisi ini menuntut upaya lebih serius dan terkoordinasi dalam pengurangan risiko bencana di Aceh,” ungkap Zulkifli.
Aceh Tuan Rumah Bulan PRB 2024
Tahun ini Aceh ditunjuk sebagai tuan rumah untuk penyelenggaraan Peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana, yang bertepatan dengan 20 tahun peringatan bencana gempa dan tsunami Aceh.
Zulkifli menjelaskan, penunjukan ini merupakan bentuk pengakuan atas komitmen Aceh dalam upaya pengurangan risiko bencana serta sebagai kesempatan untuk menunjukkan praktik terbaik yang telah dilakukan dalam menghadapi bencana.
“Peringatan ini juga menjadi ajang penting untuk berbagi pengalaman, pengetahuan, dan teknologi dalam mitigasi dan adaptasi bencana. Penyelenggaraan kegiatan ini memerlukan persiapan yang matang dan koordinasi yang erat antar semua pihak yang terlibat,” ucap Zulkifli.
“Karena itu, menjadi harapan kita semua, semoga apa yang kita lakukan bersama ini, akan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat bangsa dan negara, sekaligus membangun semangat kita untuk terus berjuang demi kemanusiaan,” pungkas Zulkifli.(*)