“Mungkin, ini menjadi pintu masuk bagi penyidik untuk mengusut perusahaan sawit seluruh Aceh, yang selama ini sering mengabaikan hak dan kewajiban selaku pemegang HGU,” ucap Ibrahim.
Jurnalis : Syamsurizal
ANTARAN|BLANGPIDIE – Ketua Jaringan Aneuk Syuhada (JASA) Aceh Barat Daya (Abdya) mengapresiasi dan mendukung penuh langkah Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Abdya yang sedang mengusut dugaan korupsi di perusahaan kelapa sawit PT CA senilai Rp 10,17 Triliun lebih.
“Tentu kita mengapresiasi dan mendukung langkah penyidik Kejari Abdya. Ini sebuah tindakan yang Luar Biasa spektakuler, dan harus didukung penuh semua pihak,” ujar Ketua Jasa Abdya, Ibrahim Abdul Djalil, Kamis (11/05/2023).
Karena, lanjut Ibrahim, selama ini keberadaan perusahaan PT CA di Abdya, selain tidak memberikan kontribusi nyata untuk Abdya, perusahaan juga sering mengabaikan dan melanggar sejumlah aturan-aturan yang ada.
Bahkan, kata dia, kebuntuan dan tidak ada titik temu persoalan PT CA, salah satunya akibat tindakan arogansi pihak PT CA, yang tidak menghargai putusan hukum yang telah inkrah dan juga tidak pernah mengalokasikan lahan plasma sebagaimana aturan Undang-undang.
“Dengan adanya kasus ini, secara tidak langsung, bisa memberi pelajaran terhadap PT CA dan perusahaan sawit lainnya, bahwa tidak ada orang atau korporasi yang kebal hukum, dan bisa diatur,” tegas Ibrahim.
Maka dari itu, ia meminta agar penyidik mengusut tuntas, dan juga tidak berhenti di PT CA saja, namun juga harus memeriksa sejumlah perusahaan kelapa sawit lainnya yang mengantongi HGU.
“Mungkin, ini menjadi pintu masuk bagi penyidik untuk mengusut perusahaan sawit seluruh Aceh, yang selama ini sering mengabaikan hak dan kewajiban selaku pemegang HGU. Salah satu contoh, persoalan plasma, masih banyak kita temukan, perusahaan yang tidak menjalankan kewajibannya, sesuai dengan perintah Undang-Undang,” ucap Ibrahim.
Dengan adanya langkah berani Kejari Abdya, Ibrahim berharap memberikan energi positif terhadap Kejari lainnya, untuk ikut melihat dan memeriksa perusahaan yang mengantongi HGU kelapa sawit.
”Semoga, dengan gebrakan Kejari Abdya ini, bisa menjawab dan menyelesaikan persoalan kebun plasma yang selama ini sering diabaikan oleh perusahan,” pungkasnya.
Kerugian Rp 10 Triliun
Seperti diberitakan sebelumnya, Kejari Abdya melakukan pra Ekspose terkait penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit Diatas Tanah Negara oleh PT CA yang berlokasi di Kecamatan Babahrot sebesar Rp 10,17 Triliun lebih.
Kajari Abdya, Heru Widjatmiko SH MH melalui kepala Seksi Intelijen Kejari Abdya, Joni Astriaman SH dalam keterangannya membenarkan adanya ekspose dugaan tindak pidana korupsi oleh PT CA tersebut.
Pada ekspose tersebut kepala Kejaksaan Negeri Aceh Barat Daya, memaparkan hasil penyelidikan yang telah dilakukan ikatan permintaan keterangan terhadap 32 orang dari pihak Pemerintah Kabupaten Aceh Barat Daya, dari Kepala Desa / Mantan Kepala Desa, DPRK Abdya, BPN, Provinsi Aceh dan pihak perusahaan yang mengetahui permasalahan tersebut.
“Didalamnya juga termasuk ahli Kehutanan dari IPB, Ahli Lingkungan dari IPB dan Ahli Hukum Agraria dari Universitas Airlangga, berikut beberapa dokumen,” terang Joni.
Menurutnya, hasil dari Pra Ekspose yang telah dilakukan oleh Tim Penyelidik Pada Kejaksaan Negeri Aceh Barat Daya dengan kesimpulan telah ditemukan adanya peristiwa pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 1 angka 5 KUHAP yaitu dugaan tindak pidana korupsi Dalam Kegiatan Usaha Perkebunan Kelapa Sawit di Atas Tanah Negara oleh PT. CA di Kecamatan Babahrot Kabupaten Abdya.
“PT.CA sebagai pemilik HGU No.1 Tahun 1990 dalam melakukan usaha perkebunan kelapa sawit untuk lahan seluas 7.516 Ha, tidak melaksanakan kewajibannya untuk menjaga kelestarian lingkungan SDA dan tidak melaksanakan kewajiban membangun kebun plasma seluas 20%-30%, sehingga menimbulkan kerugian perekonomian negara sebesar Rp 10,17 Triliun,” paparnya.
Menurutnya Joni, PT CA telah mencari keuntungan pengelolaan dan hasil penjualan TBS Kelapa Sawit secara tanpa izin diatas tanah negara seluas 4.847,18 Ha, yang hanya didasarkan pada rekomendasi Panitia B dan rekomendasi Plt Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam, sehingga PT CA leluasa untuk mengelola.
”Sehingga, telah mengakibatkan kerugian negara, untuk sementara yang sudah berhasil ditemukan lebih kurang sebesar Rp 184 miliar,” jelasnya. (*)