“Pak keuchik dan Tuha Peut diamanahi anggaran untuk membuat program yang dibutuhkan masyarakat, indikator kinerja pak keuchik dilihat salah satunya dalam peningkatan jumlah masyarakat yang memiliki akses sanitasi atau jamban,” ungkap Syafii Harahap yang familyar disapa bang Ucok itu.
Jurnalis: Suprijal Yusuf
ANTARAN | BLANGPIDIE – Forum Keuchik dan Tuha Peut dalam Kecamatan Babahrot, Kabupaten Aceh Barat Daya melaksanakan pertemuan koordinasi rembuk percepatan peningkatan prilaku Bebas Buang Air Sembarangan (BABS) atau Gampoeng Open Defecatian Free (ODF), pada Kamis (11/07/2024).
Kegiatan yang di fasilitasi Forum keuchik dan camat Babahrot itu, sebagai upaya agar Babahrot yang tidak ada satupun gampoeng ODF bisa menjadi perhatian bersama.
Hadir dalam kegiatan ini Kepala bidang Infaswil Bappeda Abdya Syafii Harahap, Kabid pemberdayaan masyarakat Gampoeng DPMP4 Abdya Arief Zulfahmi, staf Cipta karya PUPR Abdya Yani, perwakilan Dinas Kesehatan Reza Yusdar, Kepala Puskesmas Ie Mirah Ely, Perwakilan camat Babahrot Safrizal, Koramil, Polsek dan Mahasiswa peneliti dari Universitas Sumatera Utara Yulizar.
Kegiatan yang dilaksanakan di Aula Camat Babahrot ini dimulai dengan presentasi temuan penyebab dan solusi dari masyarakat masih BABS oleh Yulizar Kasma selaku peneliti dan dilanjutkan dengan pemaparan oleh Narasumber.
Syafii Harahap Kabid Infraswil Bappeda Abdya mengatakan, bahwa masalah BABS karna ketiadaan jamban sehat menjadi hal mendasar untuk difikirkan Keuchik dan Tuha 4 Gampoeng karna itu merupakan standar minimal layanan.
“Pak keuchik dan Tuha Peut diamanahi anggaran untuk membuat program yang dibutuhkan masyarakat, indikator kinerja pak keuchik dilihat salah satunya dalam peningkatan jumlah masyarakat yang memiliki akses sanitasi atau jamban,” ungkap Syafii Harahap yang familyar disapa bang Ucok itu.
Syafii menambahkan bahwa jamban itu layanan wajib dasar, Babahrot ini dari 14 gampoeng belum ada satupun yang BABS.
“Regulasi di Perbup sudah ada sebagai pegangan, buatlah program yang dapat meningkatkan kepemilikan jamban masyarakat jangan mengekor gampoeng lain, Jamban ini kebutuhan masyarakat yang harus diselesaikan,” tambah Syafii.
Senada dengan Syafii, Arief Zulfahmi Kabid permbedayaan Gampoeng DPMP4 mengatakan bahwa penyelesaian masalah BABS harus dilihat dari akar masalah, masalah BABS bisa diselesaikan dengan baik dalam setahun, apa lagi jika dilakukan secara meuseuraya bisa lebih efektif dan ekonomis.
“Hasil penelitian saudara Yulizar sudah menjelaskan akar masalah dari tingginya BABS di babahrot, harusnya sudah bisa menjadi dasar untuk dilaksanakan kegiatan, toh di Perbup itu sudah ada ruangnya semua termasuk persoalan meuseuraya, komitmen aparat gampoeng untuk menyelesaikan persoalan BABS sangat penting,” ujar Arief.
Arief menambahkan fokus pada penyelesaian BABS ini, jangan fikirkan untung-untungan pada program ini, dengan pelibatan dan pertisipasi masyarakat, masalah BABS bisa diselesaikan dengan dana yang tidak banyak.
Sementara, Ely kepala Puskesmas Ie mirah dalam sesi materinya melihat dari sudut pandang kesehatan bahwa terlalu banyak penyakit yang ditimbulkan atau ditularkan dari tinja yang dibuang sembarangan seperti polio, hepatitis, cacingan, kolera dan lainnya.
Dikatakan, Babahrot yang tidak ada satupun Gampoeng ODF harus menjadi tamparan bagi semua untuk berfikir menyelesaikan masalah BABS sembarangan di gampoeng masing-masing.
“Gimana bicara stunting jika masalah BABS tidak diselesaikan, padahal skema meuseuraya, CSR dan APBG bisa menjadi ruang untuk diselesaikan masalah BABS toh di kecamatan Babahrot ini ada 7 PT yang bisa dikomunikasikan untuk CRS,” ungkap Ely.
Ketua Forum keuchik Taufik berharap komitmen bersama semua keuchik dan Tuha peut untuk menyelesaikan persoalan BABS dengan program jamban berbasis masyarakat, tentu dengan dukungan kecamatan dan kabupaten untuk memberikan kekuatan tambahan kepada para keuchik di lapangan.(*)